Hari-hari itu diselimuti misteri: proses hilang hingga akhirnya ditemukan tim pencarian dan penyelamatan (search and rescue atau SAR) gabungan.
Pada Minggu (6/6), Eva bersama 10 orang temannya dalam pendakian di Gunung Abbo. Mereka mendirikan tenda di dekat sungai di gunung itu.
Setelah itu Eva pamit ke rekannya untuk pergi buang air kecil di balik bebatuan di sungai. Namun dia tak kunjung kembali.
Temannya pun menyusul ke sungai untuk mencarinya namun Eva tak ada. Di lokasi hanya ditemukan sandal jepitnya.
Pencarian hari itu tak membuahkan hasil. Teman-teman Eva pun melapor ke tim SAR.
Eva menceritakan soal awal dirinya hilang. Dia mengatakan sandal yang ditemukan rekannya di pinggir sungai memang sengaja dilepasnya.
Dia mengatakan sengaja melepas sandal karena tak ingin basah terkena air sungai. Eva mengaku sebelum tak sadar dirinya hilang, dia sempat mundur tiga langkah untuk buang air kecil dengan cara berjongkok.
"Jadi saya lepas sandal dan mundur tiga langkah. Pas mau jongkok, saya sudah lupa (tidak sadar)," kata Eva dengan dialek Bugis-Makassar kepada wartawan, Kamis (10/6).
3 Hari Pencarian Eva
Pada Senin (7/6), Basarnas Makassar menerima laporan Eva hilang di Gunung Abbo. Sebanyak 100 orang tim SAR bergerak melakukan pencarian, pemetaan, dan analisis kejadian.
Pemetaan bermula di dekat sungai tempat Eva terakhir kali hilang. Dari sungai itu, ada sebuah jalan setapak yang bermuara ke dua desa terdekat, yakni Desa Panaikang dan Dusun Pattiro, Desa Labuaja, Maros. Ada kemungkinan korban menyusuri jalur setapak tersebut.
"Kita sudah infokan ke warga sekitar apabila menemukan korban dengan ciri-ciri pakai kerudung kuning agar menginfokan kepada petugas SAR," Dantim Basarnas Makassar Dadang Tarkas kepada detikcom, Selasa (8/6).
Sehari kemudian, pencarian masih terus dilakukan. Jumlah personel tim SAR bertambah menjadi 150 orang.
Pada Selasa (8/6), tim SAR masih menyusuri beberapa wilayah di Gunung Abbo. Mereka juga bersiaga di sekitar sungai yang dangkal tempat Eva buang air kecil. Meski kecil kemungkinan Eva tenggelam di sungai itu, tim SAR tetap menyusuri sungai.
"Sungainya itu tidak besar airnya, sampai mata kaki. Tapi tidak rata, ada yang dalam, ada yang dangkal," kata Dadang.
Ritual khusus dilakukan di hari ketiga pencarian. Hingga akhirnya Eva pun ditemukan tim SAR gabungan.
Ritual keluarga itu didasari oleh kepercayaan masyarakat setempat bahwa sungai dangkal tempat korban hilang adalah tempat yang mistis. Keluarga sempat melakukan ritual dari kaki gunung hingga ke titik korban pertama kali hilang.
"Itu maksudnya ritual (menurut) orang daerah itu kalau bicara sejarah memang mistisnya di situ sangat kental akhirnya ritual di situ," ujar Dadang Tarkas kepada Kompaz Indonesia Kamis (10/6).
Beberapa jam kemudian, petugas SAR gabungan menemukan jaket korban sejauh 2 kilometer dari tempat korban hilang.
"Terus teman-teman monitor dari atas pada jam 10 MK.00 Wita ditemukanlah jaketnya korban kemudian dilaporkan ke posko," kata Dadang.
Jaket itu menjadi petunjuk kuat. Kompetensi tim SAR dalam menganalisis situasi di lapangan juga menjadi faktor lain hingga korban bisa ditemukan.
Jaket Eva ditemukan kotor pada bagian lengan. Tim SAR menduga Eva tiarap atau berjalan merangkak.
"Saya pikir posisi korban ini sudah tidak jauh dari posisi jaket ini ditemukan. Makanya saya arahkan teman-teman ke daerah ditemukan jaket itu, kurang-lebih 150 orang tim SAR gabungan ke atas, artinya kita kunci, kita tutup ruang geraknya," ujar Dadang.
Betul saja, Eva ditemukan sekitar 5 meter dari posisi jaketnya ditemukan. Dia berada di balik batu di sebuah jurang yang sangat curam, banyak batu besar, dan batu cadas.
"Jadi teman-teman SAR gabungan itu berteriak panggil namanya, sebut namanya, ternyata si Eva dengar, akhirnya Eva juga berteriak dan teman-teman dengar juga teriakan Eva," kata Dadang.
Setelah itu tim SAR menuju sumber suara. Eva ditemukan dalam kondisi selamat, sehat. Dia mengalami beberapa luka di bagian kepala, lengan, siku, lutut, dan jempol kakinya.
Sebagai informasi, lokasi Eva ditemukan berjarak sekitar 300 meter dari lokasi dia buang air kecil hingga akhirnya hilang.
Simak cerita Eva hilang selama 3 hari di Gunung Abbo di halaman selanjutnya. Serta juga soal cerita Gunung Abbo yang kini menjadi kampung mati.
Cerita Eva Hilang 3 Hari
Pada Minggu (6/6), Eva hilang setelah pamit untuk buang air kecil di sungai. Di lokasi hilang, hanya ditemukan sandal Eva.
Eva mengaku dirinya mengaku tak sadarkan diri usai mundur 3 langkah sebelum jongkok untuk buang air kecil. Begitu sadar, Eva mengaku sudah berada di sebuah gua kecil.
"Pas saya bangun, saya sudah berada di gua kecil," ujar Eva.
Eva mengatakan gua tempatnya sadarkan diri bukan berada di tempat awal mula dia hendak buang air kecil. Seingatnya, gua tempat dia sadarkan diri itu berada di atas tempat dia hendak buang air kecil.
Eva menceritakan saat sadar berada di dalam gua, dia masih duduk dan tidur di dalam gua itu. Kemudian, dia terus heran dan bertanya-tanya mengapa tiba-tiba berada di dalam gua.
"Saya bawa biskuit (di dalam jaket), cuma saya tidak makan, ada di dalam jaketku. Saya pikir kenapa saya berada di sini? Karena terakhir sudah mau pulang," kata Eva heran.
Setelah itu, Eva mengaku kerap ada yang memindahkannya. Hal ini disampaikan Komandan Tim Basarnas Makassar, Dadang Tarkas, tentang pengalaman yang dialami Eva selama tiga hari hilang seorang diri.
Dadang mengatakan peristiwa itu dialami Eva selama beberapa malam saat hilang di Gunung Abbo.
"Eva bilang, 'Saya itu pada saat tidur posisiku (selalu bergeser), pada saat saya bangun sudah pindah ke tempat lain'. Jadi saat bangun bukan lagi di posisi pada saat dia mau tidur," kata Dadang kepada Kompaz Indonesia, Kamis (10/6).
"Contoh dia tidur di satu batu, pada saat dia sadar atau dia bangun posisinya bukan di batu itu yang ditempati tidur, berpindah ke batu yang lain. Ada juga dia tidur di atas kayu, tahu-tahu dia bangun sudah ada di atas batu," ujar Dadang.
'Kampung Mati' Gunung Abbo
Gunung Abbo tempat seorang pendaki wanita Eva (24) hilang dahulunya merupakan perkampungan yang ditinggali warga. Namun kini Gunung Abo sudah tak berpenghuni layaknya kampung mati.
"Kalau di sana (Gunung Abbo) memang gunung, tetapi ceritanya dulu itu kampung. Itu memang gunung, dan pernah orang tinggal di sana, orang-orang dulu," ujar pegawai Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Delon, kepada wartawan, Kamis (10/6).
Menurut Delon, perkampungan yang ditinggali warga di Gunung Abbo itu dikenal sebagai Kampung Abbo. Warga terakhir kali tinggal di sana pada 1960-an.
Lebih lanjut Delon mengungkapkan Kampung Abbo berada di sebuah lembah berbentuk cekungan yang mirip sebuah baskom. Perkampungan itu berbentuk bulat dan dikelilingi gunung.
Terdapat aliran sungai itu kampung itu, yang membuat warga dapat bercocok tanam hingga membuat sawah.
"Orang dulu tinggalkan itu kampung karena masalah kehidupan di sana. Cuman hasilnya itu (padi dari sawah) untuk cari uang di bawah turun setengah mati. Tanam jagung, padi, hasilnya harus bawa turun ke Desa Leang-leang dan Desa Panaikang ke bawah," ucapnya.
Desa Leang-leang dan Desa Panaikang memang menjadi desa terdekat dengan Kampung Abbo. Kini perkampungan yang sudah mati itu biasa menjadi destinasi para pendaki yang mendaki ke Gunung Abbo.
Para pendaki biasanya memerlukan perjalanan darat sekitar 1 hingga 2 jam dari Desa Panaikang ke Gunung Abbo. Banyak pendaki yang tertarik ke sana karena bentangan karst yang dianggap bagus dan juga air yang selalu tersedia.
"Juga di sana bisa melihat burung kalau orang betul-betul mau pasang tenda, memang bagus keindahan alamnya di sana. Bagus pemandangannya," ucapnya.
Meski begitu, selama karirnya bekerja sebagai Pegawai Taman Nasional Bulusaraung, dia tidak pernah menemui hal mistis di sekitar Gunung Abbo. Tetapi dia tidak menampik bahwa setiap daerah pastinya memiliki sejarah mistis sendiri-sendiri. Untuk kasus Eva, ini adalah kasus pertama orang hilang di sekitar Gunung Abbo.***